Laman

Jumat, 10 Juni 2011

mengatur keuangan di perpuskreasi RB 09

Peranan orang tua terhadap pendidikan anak sangat tinggi. Mempersiapkan uang untuk pendidikan anak adalah salah satu hal yang penting. Oleh karenanya, peningkatan pendidikan anak tidak bisa lepas dari cara orang tua mengatur keuangan untuk anaknya.
Sabtu 21 Mei 2011, salah satu volunteer, Yosephine P. Tyas mengadakan kelas “Financial Planning” untuk Ibu-Ibu di Sungai Bambu. Banyak cerita yang bisa diambil dari acara ini. Berikut penuturan lebih lengkapnya.
***
Sabtu, 21 Mei 2011
Hari ini adalah hari yang tak biasa buatku, karena hari ini aku akan bertemu dengan ibu-ibu rumah tangga dan kami akan berbicara tentang masalah-masalah keuangan. Hari itu aku pergi sendiri, walau tidak ada yang menemani tapi Nanda (@inandatiaka) sangat men-support, ia membelikan buku-buku dan alat tulis yang dibutuhkan dan mengantarnya ke PerpusKreatif pagi itu.
Aku datang dan bertemu dengan Mba Nur, kami berbincang-bincang sejenak mengenai beberapa hal yang menjadi concern kami untuk dibahas dalam kelas Parenting. Mba Nur bercerita tentang bagaimana jika ibu-ibu disini diberikan ilmu tentang bagaimana mengatur keuangan dengan lebih baik sehingga bisa terhindar dari masalah-masalah keuangan terutama hutang.

Sekitar setengah jam kemudian datanglah ibu-ibu sekitar 5-7 orang dan setelah dibuka dan diperkenalkan oleh Mba Nur, akhirnya aku dipersilahkan berbicara. Tampak canggung awalnya, tapi aku akhirnya memulai dengan memperkenalkan diri, menceritakan latar belakang pendidikan dan pekerjaan serta mengapa aku memiliki passion terhadap keuangan dan juga mengapa aku hadir saat itu. Perbicangan aku mulai dengan  menanyakan mengenai masalah apa yang seringkali dihadapi oleh ibu-ibu disitu. Satu demi satu ibu-ibu itu mulai berbicara dan bercerita, hehe..senang rasanya mendengar mereka mau terbuka. Mereka menanyakan bagaimana mengatur uang yang memang sedikit mereka dapatkan, untuk makan saja sudah tidak cukup, bagaimana mereka tidak berhutang dengan kondisi seperti itu apalagi jika ada penawaran yang datang ke mereka. Ternyata ada yang namanya bank keliling, yaitu orang-orang yang menawarkan pinjaman, tentunya dengan bunga yang tinggi, dan tampaknya hal itu kurang mereka sadari. Salah satu ibu bercerita tetangganya ada yang memiliki hutang Rp. 10,000,000,- (Sepuluh Juta rupiah) dan saat ini hutangnya sudah menjadi Rp. 18,000,000,- (Delapan Belas Juta rupiah) wow! Aku sampai kaget mendengar hal itu, karena berarti bunganya sudah mencapai 80% dari pokok hutang! Jelas ini lebih parah daripada hutang kartu kredit yang selama ini menjadi ‘penyakit’ utama yang selalu harus kami bereskan sebagai Financial Planner/Advisor. 
‘Cek dan Lunasi Hutang Konsumtif’ adalah Prioritas No. 1 dalam Perencanaan Keuangan.
Aku berusaha mengingatkan dengan serius betapa bahayanya hutang seperti itu, hutang yang akan membawa masalah baru yang lebih besar dari masalah awalnya, Mba Nur mengatakan itu yang membuat “yang miskin, semakin miskin”. Sebenarnya ada dua yang bisa dilakukan menurunkan pengeluaran atau meningkatkan penghasilan. Jika mereka saat ini dalam keadaan yang sudah tidak mungkin lagi menurunkan pengeluaran maka yang perlu dipikirkan lagi adalah cara untuk mendapatkan penghasilan baru. Dan aku juga menekankan bahwa seberapapun besar penghasilan, jika tidak bisa mengaturnya maka semua akan sia-sia.
Yang penting buka seberapa besar penghasilan, tapi bagaimana kita mengatur penghasilan tersebut.
Kita harus belajar hidup cukup dari apa yang mampu kita hasilkan, belajar menyisihkan sebagian dari yang kita dapatkan secara rutin dan tidak untuk digunakan dalam jangka waktu pendek. Kita akan melihat bagaimana uang yang kita sisihkan akan berkembang. Aku menyarankan bahwa ibu-ibu disana bisa memulai komitmen kecil, walau memang tidak mudah untuk menyisihkan 10 (sepuluh) persen dari apa yang mereka terima. Memang sebagian ibu-ibu bercerita bahwa uang mereka pegang tergantung dari pemberian anak-anak mereka. Aku memaklumi hal itu dan mengatakan bahwa hal tersebut memang lebih difokuskan bagi orang-orang yang sudah memiliki penghasilan, sehingga apa yang mereka hasilkan tidak habis begitu saja. Kebanyakan orang terbiasa dengan hanya memikirkan tujuan jangka pendek (lebih kecil atau sama dengan 1 tahun), biasanya diakhiri dengan penggunaan bonus untuk liburan, gadget, pakaian, hobby dan lain-lain. Ada baiknya kalau bisa dialokasikan untuk tujuan dengan jangka waktu lebih panjang. Seperti kisah inspiratif yang ada di Kick Andy waktu itu, yaitu 2 orang wanita bersaudara yang menjual jamu, menyisihkan separuh dari penghasilannya selama bertahun-tahun, sehingga akhirnya anaknya bisa bersekolah sampai dengan bangku Kuliah, bahkan ada yang mendapat beasiswa ke Jepang.
Jadi memang tidak ada yang mustahil jika manusia merencanakan yang baik.
Aku juga ditanya mengenai bagaimana mengatur uang jajan, hehe..ternyata masalah yang ada di berbagai lapisan masyarakat berbeda-beda. Anak-anak disitu terbiasa meminta uang setiap hari untuk jajan, dan walau terlihat jumlahnya kecil namun jika dihitung secara bulanan angkanya cukup signifikan dan bisa menjawab sebagian permasalahan mengapa penghasilan tidak pernah cukup. Seorang ibu bercerita anaknya yang STM yang selalu meminta uang jajan saat akan berangkat kesekolah Rp. 10,000,- dan sebelum berangkat ke sekolah hampir selalu minta dibelikan nasi padang seharga Rp. 6,000,-. Belum berhenti sampai disitu, pada saat si anak pulang kerumah dan ingin keluar dimalam hari ia meminta lagi uang sebesar Rp. 10,000,- dan untuk makan malampun sang ibu harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 6,000,- karena si anak menolak memakan masakan ibunya dan akan mengamuk jika tidak diberikan apa yang diminta. Jika ditotal maka perhari si anak laki-laki ini menghabiskan uang sebesar Rp.  32,000,- dan nilai itu sama dengan Rp. 960,000,-. Jumlah yang besar bukan? Menurut aku ya! Karena ibu ini bercerita bahwa penghasilan suaminya tiap bulan Rp. 1,500,000,- dan dirinya kadang harus bekerja untuk menambah penghasilan. Ia harus membayar cicilan motor sekitar 400 ribuan, uang sekolah anaknya yang pertama dan kedua 300 ribuan, kebutuhan rumah tangga (listrik, air) maka jelas dengan uang yang dikeluarkan untuk kebutuhan anak laki-lakinya membuat total pengeluaran menjadi lebih besar dari penghasilan. Dari kasus diatas menurut saya salah satu masalah utamanya adalah sikap dan tingkah laku anak laki-laki ibu tersebut. Pertama, ia seharusnya makan dirumah, makan masakan ibunya, tidak selalu harus makan nasi padang. Untuk jajan, anak jangan diberi kebebasan tanpa aturan mengenai porsi jajan yang wajar dan tidak harus setiap hari, ibu itu juga bercerita saat ini anak laki-laki nya sudah merokok, sehingga perkiraan uang tersebut habis sebagian besar untuk membeli rokok. Sebagai orang tua seharusnya memegang kendali walau bukan berarti diktator, untuk mengarahkan anak mengikuti aturan-aturan yang ada dalam keluarga dan bisa juga mulai memberikan dan menjelaskan bagaimana kondisi keluarga sehingga anak bisa mendapatkan gambaran dan mau mulai mengerti, serta bisa menempatkan diri dengan benar.
Anak harus diajarkan sedini mungkin untuk menghormati dan menyayangi orang tua.
Banyak pelajaran hidup yang bisa aku dapatkan hari itu. Walau saat ini aku belum dalam posisi sebagai orang tua, tapi aku mulai bisa membayangkan dan merasakan sebagian tanggung jawab mereka. Salah seorang ibu menanyakan apa tidak ada konsekuensi atau efek psikologis terhadap anak jika keinginan mereka tidak dituruti, saya hanya menjawab berdasarkan pengalaman saya sebagai anak, bahwa walau mungkin saat itu anak tidak mengerti tapi jika orang tua tetap tegas dan memberi contoh yang baik maka suatu saat anak akan mengerti dan bisa belajar sesuatu, bahwa apa yang orang tua mereka lakukan adalah untuk kebaikan mereka.
Tak terasa hari sudah sore, dan ibu-ibu pun pamit pulang karena harus mengurus anak-anak dan suami mereka. Kami saling bersalam-salaman dan saling mengucapkan terima kasih untuk kesempatan berbagi pada hari itu. Sebelum pulang aku masih melanjutkan sharing dengan Mba Nur, yang masih antusias bertanya mengenai hal-hal seputar keuangan, mungkin dikesempatan berikutnya aku akan membawa buku-buku yang bisa menjadi bahan bacaan para orang tua.
Masih banyak yang harus dilakukan dihari-hari kedepan, untuk menjadi lebih baik lagi dari hari ini.
Nice to share..Thanks for all..
Yosephine P. Tyas S.Kom, MM, RFA® (@phien13)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar